Hari ini 10 tahun yang lalu
Tercecer darah dihujam peluru
Tentara bengis merenggut kibaran asa
Pekik tangis menyentak kalbu pertanda tutup usia
Impian di pendamkan selongsong peluru
Idhin sang ustad ingin bergelar Insinyur
Ditanya sang ibu 10 tahun yang lalu
Kapan engkau pulang nak?
Idhin menjawab, akan pulang hari Rabu
Idhin pun pulang tapi sudah terbujur kaku
Elang sang pelukis ingin bergelar arsitek
Ditembak dihalaman gedung
Peluru berlaku algojo
Pengoyak kanvas masa depan
Hendri berujar pada sang kakek
Pantang aku mundur dari garis terdepan
Peluru mengoyak sang komandan
Sapu tangan merah ditinggal untuk sang pacar
Heri bermimpi jadi pengusaha
Proposal ratusan juta sudah di depan mata
Nyawa pun terenggut
Usaha tak pernah terwujud
Hendri merantau hendak menjadi ekonom
Elang bersusah ingin jadi arsitek
Heri bergumam jadi saudagar
Idhin ingin jadi tukang insiyur
Kini arsitek, ekonom, saudagar dan insinyur berkonferensi di liang kubur
Tentara bengis entah siapa yang komando
Merobek, mengoyak, merampas mimpi sang muda
Catatan kuliah, sepatu, pakaian dan topi
Saksi bisu perjuangan
Hidup pun diakhirkan
Oleh sebutir peluru
Hari ini 10 tahun yang lalu
2 comments:
Terima kasih untuk artikel ini, sangat saya hargai. God bless your compassionate heart.
Puisi ini memang saya kontribusikan kepada para aktivis trisakti yang telah menjadi korban kebiadaban suatu rezim. Setidaknya, hanya hal ini lah yang bisa saya lakukan sebagai bentuk empati saya terhadap para korban dan keluarga.
Terima kasih atas kunjungannya, semoga dimanapun kita berada Tuhan selalu memberkahi dan meridhoi langkah2 kita.
Post a Comment